Indonesia 2030, Memperkuat dan Mensejahterakan Pribumi




Oleh: Samsuridjal Djauzi

 

Pada tahun 2030 Indonesia diharapkan sudah masuk 10 negera ekonomi terkuat di dunia dengan GNP sekitar 12.000 dolar. Meski GNP Indonesia masih rendah namun karena jumlah penduduk sekitar 300 juta maka Indonesia termasuk negara 10 kuat dalam bidang ekonomi. Kita dapat membayangkan Indonesia tahun 2030 menjadi bangsa yang modern, kota-kota penuh dengan gedung menjulang tinggi, jalan tol dimana-mana, pelabuhan udara dan laut yang megah serta prasarana transportasi yang beragam dan modern. Kita berharap generasi mendatang akan dapat menikmati kehidupan yang lebih baik. Namun pertanyaan yang menggelitik adalah, bagaimana posisi pribumi pada tahun 2030?

Saat ini masalah kesenjangan pendapatan menjadi topik hangat karena pertumbuhan ekonomi kita menjadikan mereka yang kaya bertambah kaya namun nasib kelompok miskin dan hampir miskin tak banyak berubah. Indeks kesenjangan semakin meningkat, banyak pakar sosial mengkhawatirkan keadaan ini karena kesenjangan sosial akan menjadi salah satu faktor ke tidak stabilan politik dan keamanan. Kebijakan pembangunan lebih mengutamakan pertumbuhan yang tinggi dan belum berhasil mewujudkan pembangunan yang berkeadilan.




Apakah pada tahun 2030 nanti kelompok pribumi yang merupakan penduduk terbesar negeri ini (85 %?) masih akan bernasib malang tertinggal dalam bidang pendidikan, kesehatan dan tetap merupakan kelompok yang tertinggal di bidang ekonomi? Apakah pemandangan sekarang keluarga yang tinggal di gerobak, para pemulung, para pengemis masih akan ditemukan pada tahun 2030 nanti? Daftar 150 orang kaya Indonesia menunjukkan hanya 24 orang pribumi. Itupun pada peringkat menengah dan bawah.
Kebangkitan Pribumi ?
Dalam suatu pertemuan membahas masa depan bangsa ini di Bogor seorang warga Betawi mencetuskan ide untuk menggerakkan kebangkitan orang Betawi. Dia merasa kesal dengan semakin tersudutnya warga Betawi dan dalam 20 tahun terakhir warga Betawi makin terdesak ke luar Jakarta, tempat kelahiran mereka bahkan nenek moyang mereka. Apakah mungkin warga Betawi akan bangkit kembali mempunyai tempat tinggal, berusaha dan menghidupkan pula budaya Betawi di Jakarta? Jawabnya amat mungkin. Yang dibutuhkan adalah kebijakan pemerintah yang nyata berpihak pada pribumi.
Dia menjelaskan tentang program MARA (Memajukan Bumi Putera) di Malaysia. Program ini menyediakan kesempatan dan dana untuk meningkatkan mutu SDM pribumi. Pemerintah Malaysia melalui program pendidikan menyediakan kesempatan bagi jutaan remaja Malaysia mendapat pendidikan di dalam negeri serta puluhan ribu di kirim belajar ke luar negeri dalam berbagai bidang termasuk ekonomi. Setelah mereka menamatkan pendidikan di anjurkan bekerja di perusahaan multi naional 3 sampai 5 tahun untuk menimba pengalaman dan setelah itu diberi kesempatan untuk berusaha sendiri. Mereka boleh mendirikan perusahaan atau membeli perusahaan non pribumi yang sudah ada. Melalui kebijakan ini banyakk bank milik non pribumi kemudian dibeli dan dikembangkan oleh pribumi dan berhasil. Jika dahulu bank swasta di Malaysia dimilik sebagian besar oleh non pribumi maka sekarang sekitar 60% bank swasta Malaysia telah dimiliki pribumi meski sebagian namanya masih menggunakanan nama lama. Rupanya orang Betawi yang bersemangat ini punya mimpi warga Betawi akan mampu membeli kembali rumah, tanah dan usaha yang telah mereka jual ke fihak non pribumi.




Mampukah Pribumi Mewujudkan Mimpi ?
Keprihatinan orang Betawi tadi merupakan keprihatinan hampir seluruh warga pribumi Indonesia. Pusat tekstil Tanah Abang yang semual menjadi benteng usaha pribumi sekarang sudah beralih kepemilikan. Jika semula pemilik tokonya kebanyakan pribumi, sekarang mereka hanya mampu menyewa, pemilik toko sekarang adalah para pemodal besar yang sebagian besar adalah warga non pribumi. Daftar ini dapat ditambah mulai dari usaha makanan, minuman, furnitur, transportasi, perumahan, rumah sakit, farmasi sebagian besar dimiliki oleh saudara kita non pribumi. Mereka memiliki usaha tersebut secara syah dan kelompok pribumi seharusnya tak perlu merasa cemburu. Jika pribumi ingin maju maka mereka harus meminta pemerintah berfihak pada kelompok pribumi dengan kebijakan nyata serta pribumi harus meningkatkan pendidikan serta jumlah pengusaha pribumi. Warga pribumi harus rajin belajar, jujur serta mau kerja keras serta membentuk jaringan seperti saudaranya non pribumi. Melalui upaya pemerintah serta kebangkitan pribumi inilah maka pada tahun 2030 kelompok pribumi akan dapat maju dan sejahtera bersama saudara-saudara mereka non pribumi.
Hubungan Pribumi dan Nonpribumi
Apa gunanya mempermasalahkan pribumi dan non pribumi, apakah ini tidak akan menimbulkan masalah baru, ketegangan baru padahal kita ingin menjaga kesatuan Republik Indonesia? Justru dengan menata hubungan pribumi dan non pribumi yang serasi dan adil maka kita akan meletakkan dasar yang kuat untuk kesatuan negara kita. Kelompok pribumi dan non pribumi dapat hidup bersama, sama-sama sejahtera, saling menghargai, saling tolong menolong dalam kerangka kebhinekaan. Masalah pribumi dan non pribumi pernah menimbulkan kerusuhan di Malysaia yang dikenal dengan kerusuhan Mei. Namun sekarang dengan semakin baiknya kesejahteran pibumi Malaysia, kelompok pribumi tidak lagi merasa rendah diri dan kecemburuan sosial tidak ada lagi serta hubungan pribumi dan non pribumi menjadi lebih akrab. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah di masa datang memang sungsuh-sungguh ingin memperbaiki kesejahteraan warga pribumi. Apakah pemerintah memang punya program untuk meningkatkan kesejahteraan pribumi sama dengan saudaranya non pribumi. Kita masih ingat tulisan Mahathir dalam buku Malay Dilemma yang membantah pendapat Tengku Abdurrahman bahwa bangsa Melayu tak punya bakat berdagang, mereka pemalas. Mahathir berpendapat jika diberi kesempatan pribumi juga bisa maju dan Mahathir sekarang menyaksikan bahwa tesisnya benar. Warga Melayu Malaysia mampu untuk maju bersama saudaranya etnis Cina dan India.




Kita sekarang disibukkan oleh siapa yang akan memimpin negara ini, daerah ini dsb. Kita sibuk dengan Pilkada dan sebentar lagi tahun 2019 pemilihan presiden. Kita cenderung memilih orang. Seharusnya masyarakat harus memahami siapa pempimpin yang akan memberi kesempatan pribumi maju. Jika mereka dapat menemukan pemimpin tersebut maka seharusnya pemimpin tersebutlah yang akan diberi amanah untuk jadi pemimpin nasional atau daerah. Begitu pula dengan partai politik, memang dalam janjinya partai polituik semuanya berjanji akan memajukan kelompok miskin. Namun dalam sikap selama ini sudah dapat dibedakan mana partai politik yang benar-benar ingin memajukan pribumi menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *